10 Fakta Pilu Kehidupan Pahit Saodah di Arab Saudi

Posted on

Saodah (56), buruh migran asal Kampung Nangerang, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Sukabumi, pulang pada 25 Mei 2025 setelah 16 tahun tanpa kabar. Kepulangannya membawa luka, trauma, dan persoalan hak yang belum selesai.

Berikut 10 fakta yang dihimpun infoJabar:

Sesampainya di Riyadh, Saodah bukan mendapat pekerjaan layak, melainkan mengalami kekerasan fisik berulang selama bertahun-tahun.

“Niat saya ke Arab Saudi itu untuk bekerja, tapi tiba di sana saya malah dipukulin sama majikan, jadi memang selama bekerja saya dipukulin sama majikan, terus dipukulin,” kata Saodah.

Selain pukulan, Saodah mengaku mendapat ancaman pelecehan seksual dan sama sekali tidak diizinkan berkomunikasi dengan keluarga.

“Saya mau diperkosa sama majikan itu, saya enggak bisa komunikasi ke kampung halaman, beli hp enggak boleh. Saya dimarahi terus. Di Saudi itu 16 tahun, jadi enggak bisa komunikasi dengan keluarga. Penyiksaan terus saya alami,” ungkapnya.

Ia mengaku pernah diikat di luar rumah, dijemur di bawah terik, lalu dipukuli dan disiram air sehingga mengalami kelaparan dan trauma.

“Saya cuma bisa menangis, enggak makan, minta uang buat beli makan malah dimarahin,” ucapnya.

Jejak puluhan tahun hilang dilacak setelah keluarga menyerahkan fotokopi paspor yang kondisinya lusuh; stempel di paspor mengarah ke perusahaan PJTKI di Jakarta.

“Saya melacak menelusuri dan mendapatkan dokumen yang kondisinya sudah lusuh. Nah di dokumen yang ternyata paspor itu kami menemukan stempel perusahaan yang memberangkatkan Bu Saodah,” ujar Bung Awing.

Majikan hanya memberi uang tunai sedikit dan selembar cek, total yang diterima jauh di bawah upah yang seharusnya untuk 16 tahun kerja.

“Hanya sangat disayangkan, majikannya hanya memberikan gaji tidak stimpal dengan apa yang dilakukan ibu Saodah selama 16 tahun mendapat penganiayaan berat. Ibu Saodah hanya dibekali 6 ribu real uang cash dan cek sebesar 35 ribu real cek Bank Riyadh,” ujar Bung Awing.

Upaya keluarga mencairkan cek ke bank di Sukabumi menemui jalan buntu karena bank menyatakan pencairan harus dilakukan langsung di Riyadh.

“Kami sudah datangi bank di Kota Sukabumi, katanya tidak bisa dicairkan. Karena kata pihak bank harus orang yang bersangkutan langsung datang ke bank di Riyadh. Itu jelas mustahil,” tutur Bung Awing.

Berdasarkan kebijakan gaji TKI di 2009, perhitungan menunjukkan hak Saodah untuk 16 tahun kerja mestinya jauh melebihi nominal yang diterima.

“Kalau 16 tahun, seharusnya hak ibu Saodah itu lebih dari Rp1 miliar. Tapi ini hanya diterima Rp140 juta, dan tidak bisa dicairkan. Sangat tidak manusiawi,” tegas Bung Awing.

Selama 16 tahun tanpa kabar, keluarga sempat pasrah dan bahkan mendatangi orang pintar yang memberi kabar bahwa Saodah telah meninggal.

“Sampai kami pernah ke orang pintar katanya sudah meninggal,” kenang Heri.

Hasil penelusuran mengungkap Saodah berada di sebuah rumah sakit di Riyadh dan sempat dalam kondisi koma sebelum dipulangkan.

“Yang mengagetkan ketika saya telepon ke majikannya itu berada di rumah sakit di Riyadh dalam keadaan koma. Akhirnya saya kompak dengan keluarga membaca Alquran setiap malam kita komunikasi terus dengan majikan,” tuturnya.

Keluarga meminta bantuan negara untuk menuntaskan hak dan keadilan atas penderitaan yang dialami Saodah selama puluhan tahun.

“Hak haknya segera kasih ke ibu saya. Mohon bantuannya ke bapak presiden sama bapak gubernur,” pinta Heri.

1. Disiksa Sejak Hari Pertama

2. Nyaris Menjadi Korban Pelecehan

3. Diperlakukan Seperti Budak

4. Penelusuran Bermula dari Paspor Lusuh

5. Diberi Uang dan Cek yang Jauh Dari Layak

6. Cek Tidak Bisa Dicairkan di Dalam Negeri

7. Seharusnya Haknya Jauh Lebih Besar

8. Keluarga Sempat Menganggap Saodah Meninggal

9. Ditemukan di Rumah Sakit dalam Kondisi Koma

10. Keluarga Minta Pemerintah Perjuangkan Hak Saodah